Saturday, April 7, 2018

Cara Merasa

Sore hari, sekitar pukul empat. Aku lupa hari apa saat itu, mungkin Rabu. Tidak lama setelah kepulangan si pacar dari rumahku. 
Masih teringat jelas, aku menggerutu saat itu. Alih-alih menuruti keinginan hati untuk membaringkan tubuh sejenak di tempat tidur, malahan aku harus segera kembali ke kampus untuk menemui seorang asisten dosen, memenuhi permintaanya untuk mengganti map tugas kelompok yang salah, maksimal pukul setengah lima. Padahal sudah kubilang padanya, kalau tidak mungkin sempat, karena jalanan pasti ramai. Tapi pesanku tak kunjung dibalasnya.


Aku mencoba menelepon si pacar, kalau-kalau ia belum jauh dari rumah, walau aku tahu itu tak ada artinya, karena daya ponselnya habis saat ia masih di rumahku. Akhirnya berangkatlah aku dengan tergesa-gesa. Mau tak mau, karena teman sekelompokku tak ada yang bisa memenuhi permintaan itu. Naik motor, pikirku supaya cepat. Sepanjang jalan pun kulalui dengan kecepatan lumayan tinggi.


Tepat pukul setengah lima, aku sampai. Motor kuparkir di sebelah minimarket, supaya aku tak usah lama-lama menunggu bus kampus. Setengah berlari, aku menyeberang jalan, lalu masuk ke halaman. Oh, ada dua orang temanku di sana. Wajah mereka kesal. Lalu aku juga ikut kesal, setelah mereka berkata bahwa si asisten dosen tidak ada dan ruangannya sudah terkunci. Aku memeriksa kembali ponselku, rupanya selama aku di perjalanan, ia membalas pesanku, katanya tidak apa-apa menemuinya besok.

Setengah menggerutu, aku kembali ke tempat parkir. Bagaimana tidak, perjalanan yang kutempuh rasanya sia-sia. Kembali ke kampus hanya sebentar, barang sepuluh menit saja pun tidak ada. Sungguh hari yang buruk.

Akhirnya aku pulang, kali ini tidak sekencang tadi. Tapi yang ingin kubagikan di sini, adalah saat aku merasakan sejuknya udara sore hari. Aku sudah jarang mengendarai motor. Kalaupun iya, hanya dibonceng si pacar. Saat itu aku menikmati hal-hal yang ternyata sudah lama aku lewati begitu saja. Langit sore hari ternyata lebih indah dipandang secara langsung, ketimbang dipandang lewat kaca mobil. 

Oh! Aku juga baru merasakan baunya sate yang sedang dipanggang, di salah satu rumah makan dekat rumahku. Padahal rumah makan itu sudah lama, tapi baru kurasakan harumnya. Ah, suasananya sungguh menenangkan hati.

Kusadari, ternyata hari itu tidak seburuk yang kukira. Ada hal-hal kecil yang menyenangkan di tengah-tengah kekesalan yang membuncah. Yang seharusnya kulakukan hanyalah mencoba untuk sedikit merasakan. Tidak sulit, sebenarnya. Hanya saja hati dan pikiran ini memang harus dikendalikan.




N.B.
Ternyata hari itu Senin, bukan Rabu.
Surabaya, 12 Maret 2018

No comments:

Post a Comment